LALAT BUAH BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) DAN B. PAPAYAE (DREW & HANCOCK) DALAM BEBERAPA JENIS BUAH DI INDONESIA

Achmad Nasroh Kuswadi,* Murni Indarwatmi, Indah Arastuti Nasution* dan
Toto Himawan**

* Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi BATAN Jakarta
** Jurusan HPT, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT
FRUIT FLIES OF BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) AND B. PAPAYAE (DREW & HANCOCK) IN MANY DIFFERENT FUITS IN INDONESIA. The close taxonomic relationship between the symphatric species of Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) and B. papayae (Drew & Hancock) make the population of the two species closely intermingle in the field of fruit orchard. Difference in host preference of the two species to several kinds of fruit were observed by recording the ratio of the number of adults flies of each species emerged from infested star fruit, mango, guava, rose apple, red pepper, kecapi and melinjo fruits collected from several localities in West and East Java. The data showed that star fruit was attacked more by B. carambolae, mango by B. papayae, guava by B. carambolae, rose apple by B. carambolae, red pepper by B. papayae, and kecapi by B. carambolae, as shown by the ratio of B. carambolae and B. papayae numbers emerged from each fruit, which were 92.5 to 7.5, 23 to 77 , 82.5 to 10.5, 10 to 3 , 11 to 89 and 64 to 36 respectively. Besides by the two species guava and rose apple were also attacked by fruit fly of B. albistrigata, while melinjo was not attacked by neither B. carambolae nor B. papayae but by B. mcgregory. Mix attack by B. carambolae and B. papayae on individual fruit were observed on bigger size fruits such as carambola, mango and guava, but not on the smaller one such as red pepper.

Key words : Bactrocera dorsalis complex, B. carambolae, B. papayae, sibling species


PENDAHULUAN

Serangga dewasa lalat familia Tephritidae (ordo: Diptera), meletakkan telur dengan menyuntikkannya ke dalam buah, dan larvanya hidup dalam daging buah, sehingga serangga ini dikenal sebagai lalat buah. Lalat buah banyak menyerang bebuahan komersial, sehingga sangat merugikan, dan di Indonesia merupakan ancaman bagi sentra-sentra produksi buah yang tengah dikembangkan di beberapa propinsi. Masalah hama lalat buah di Indonesia demikian serius, pada beberapa jenis buah seperti belimbing dan cabai, sehingga bila tanpa pengendalian, serangannya sering menimbulkan gagal panen (Kalshoven, 1981). Selain karena kerusakan langsung, lalat buah juga merugikan secara tidak langsung karena menghambat ekspor buah. Lalat buah merupakan hama karantina yang diwaspadai oleh negara-negara pengimpor buah.
Di Indonesia terdapat paling sedikit 62 spesies lalat buah, 26 spesies di antaranya ditemukan di Jawa. (Hardy 1982, Hardy 1983). Dari spesies yang ada, hanya kurang dari lima spesies merupakan hama yang merugikan, salah satu di antaranya adalah Dacus (Syn. Bactrocerta) dorsalis (Hendel) yang menurut Kalshoven (1981) banyak menimbulkna kerusakan pada bebuahan seperti belimbing, mangga, jeruk dan cabai merah.
Menurut McPheron (2000), pada beberapa spesies lalat buah (familia Tephritidae) sering terbentuk kompleks spesies.sebagai akibat terjadinya perubahan, secara evolusi, pada perilaku ataupun sifat-sifat ekologis yang tidak disertai perubahan sifat morfologi yang jelas. Hal semacam ini diantarnya terjadi pada B. dorsalis . Drew dan Hancock (1994) telah mengidentifikasi ulang spesies tersebut dan membaginya menjadi 52 sibling atau cryptic species. Dari antaranya, dua spesies simpatrik yang terdapat di Indonesia adalah B. caraambolae (Drew & Hancock) dan B. papayae (Drew & Hancock) yang sebelumnya oleh Vijasegaran dan Osman (1992), di Malaysia, disebut sebagai Bactrocera taxon A dan Bactrocera taxon B. Sangat dekatnya hubungan kekerabatan telah menyebabkan berbaurnya kedua spesies simpatrik tersebut di lapang. Keduanya sangat mirip namun memiliki perbedaan dalam preferensi, atau kesukaan inang, dan daerah sebar.
Identifikasi yang akurat terhadap lalat buah diperlukan dalam pengendalian hama ini (Siwi, 2004). Keakuratan ini terutama diperlukan dalam pengendalian dengan Teknik Serangga Mandul (TSM) yang bersifat spesifik spesies. Serangga mandul yang dilepas hanya mampu bersaing kawin dengan sesama spesies, sehingga identifikasi yang akurat.pada hama sasaran akan menentukan keberhasilan (Lance & McInnis, 2005). TSM telah terbukti efektif untuk mengendalikan beberapa jenis hama lalat buah di berbagai negara (Kawasaki 1991, Enkerlin 2005), dan oleh karena itu tengah diusahakan di Indonesia (Kuswadi, 1999). Untuk tujuan tersebut lalat buah B. carambolae telah berhasil dikembangkan cara pembiakan massal hama ini di laboratorium dengan kemampuan produksi jutaan kepompong per minggu (Kuswadi 2000).
Dalam penelitian ini diamati perbandingan tingkat serangan kedua spesies symphaatrix tersebut, B. carambolae dan B. papayae, pada beberapa jenis buah di Jawa. Perbedaan dominasi masing-masing spesies dalam tiap jenis buah ini menggambarkan perbandingan tingkat kesukaan, atau preferensi, kedua spesies tersebut terhadap buah yang diamati.

BAHAN DAN METODA
Beberapa jenis buah yang rusak akibat serangan lalat buah dikumpulkan dalanm jumlah yang cukup banyak dari berbagai lokasi di pulau Jawa. Belimbing (Averrhoa carambola L.) dari Cibubur (DKI) dan Blitar (Jatim),.mangga (Mangifera indica L.) dari Cirebon (Jabar), Gresik. dan Probolinggo (Jatim); jambu biji (Psidium guajava L.) dari Cilebut Bogor (Jabar), cabai merah (Capsicum annum) dan kecapi (Sandoricum koetjape) dari Pasar Jumat (DKI), dan jambu air (Syzygium spp.) dan mlinjo (Gnetum gnemon) dari Malang (Jatim). Terhadap buah yang terkumpul dilakukan dua macam pengamatan.
Pengamatan pada masing-masing jenis buah. Tujuannya untuk mengetahui perbandingan intensitas serangan masing-masing spesies lalat buah, B. carambolae dan B. papaya, pada masing-masing jenis buah yang diamati. Datanya menunjukkan beda tingkat serangan atau tingkat kesukaan spesies lalat buah pada masing-masing jenis buah.
Sejumlah buah terserang lalat buah, yang dikumpulkan dari kebun yang sama, diletakkan dalam ember berisi serbuk gergaji. .Larva instar III yang siap berkepompong akan melompat keluar dari dalam buah dan berkepompong dalam medium serbuk gergaji. Setelah seminggu, kepompong yang dipisahkan dari serbuk gergaji dengan cara mengayak, disimpan dalam tabung plastik sampai muncul menjadi lalat dewasa untuk kemudian diidentifikasi.
Pengamatan pada tiap butir buah. Tujuannya untuk mengetahui serangan kedua spesies lalat buah pada tiap butir buah dari jenis buah yang diamati. Dengan pengamatan ini akan dapat diketahui apakah satu butir buah dapat terserang oleh lebih dari satu spesies lalat buah. Satu persatu buah rusak diletakkan dalam toples plastik (15 cm x 25 cm) dengan lubang airasi yang cukup. Dasar toples diisi serbuk gergaji sebagai medium untuk larva lalat buah berkepompong. Perlakuan berikutnya sampai identifikasi lalat buah dewasa mengikuti prosedur sebelumnya
Identifikasi lalat buah. Untuk mengidentifikasi lalat buah digunakan kunci identifikasi dalam program komputer CABIKEY (Computer Aided Biological Identificastion Key) for Indo Australian Dacini Fruit Flies. (White dan.Hancock 1997.). Perbedaan utama antara B. carambolae dan B papayae menurut kunci determinasi ini adalah seperti pada Gambar 1. Mikroskup stereo dengan perbesaran 20 x digunakan dalam mengamati morfologi
lalat buah.




A

B. carambolae (A)
1. Ada bintik hitam pada femur kaki depan.
2. Ujung bercak hitam pada terga III-IV tumpul
3. Ada pola pada R4+5 costal band

B

B. papayae (B)
1. Tidak ada bintik hitam pada femur kaki depan.
2. Ujung bercak hitam pada terga III-IV runcing
3. Tidak ada pola pada R4+5 costal band

Gambar 1. Beda morfologi B.carambolae dan B. papayae . (White dan Hancock. 1997.).




HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberadaan lalat buah Bactrocera dorsalis (Syn: Dacus dorsalis) di Indonesia dan kerusakan yang ditimbulkannya telah lama di laporkan. Kalshoven (1981) misalnya melaporkan bahwa hama ini banyak menyerang bebuahan seperti cabai merah, mangga belimbing jeruk siem dll, akan tetapi identifikasi spesies yang kurang pasti – dicancukan dengan Dacus pedestris, D. ferrugineus. Penelitian ini mengamati B. carambolae dan B. papayae, yang menurut klassifikasi ulang Drew dan Hancock (1994) adalah bagian dari komplek spesies B. dorsalis. Keduanya merupakan spesies kembar (simpatrik), dengan perbedaan morfologi yang sangat kecil (Iwahashi, 2000).
Dari jenis-jenis buah yang diamati yaitu belimbing, mangga, jambu biji, jambu air, cabai, kecapi dan mlinjo, semua terserang, atau merupakan inang dari, kedua spesies lalat buah dari komplek dorsalis tersebut, kecuali mlinjo. Tabel 1 menunjukkan perbadingan jumlah lalat buah dewasa yang muncul dari buah-buah terserang yang dikumpulkan dari berbagai tempat di Pulau Jawa.
Dari buah belimbing yang terserang lalat buah, rata-rata muncul B. carambolae sebanyak 92,5 % dan hanya 7,5 % adalah B. papayae. Sebaliknya dari buah mangga B.carambolae yang muncul hanya rata-rata 23 %, dan 77 % nya adalah B. papayae. Hal ini menunjukkan bahwa, walaupun belimbing dan mangga merupakan inang dari kedua spesies, akan tetapi belimbing lebih disukai oleh B. carambolae sedangkan mangga lebih disukai oleh B. papayae. Jambu biji sebih disukai oleh B. carambolae daripada oleh B. papayae, dengan perbandingan 82,5 % dan 10,5 %. Demikian juga jambu air dan buah kecapi lehih disukai oleh B. carambolae daripada oleh B. papayae masing-masing dengan perbandingan 10 % dan 3 %, dan 64 % dan 36 %, sedangkan cabai merah oleh B. papayae daripada oleh B. carambolae dengan perbandingan 11 % dan 89 %.
Data Table 1 menunjukkan bahwa lokasi pengamatan tidak mempengaruhi kecenderungan perbandingan kesukaan ini. Perbandingan jumlah B. carambolae dan B. papayae spesies yang muncul dari buah terserang, seperti disampaikan di atas, berlaku baik di Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan ini ditentukan bukan oleh lokasi pengamatan melainkan oleh tingkat kesukaan spesies lalat buah terhadap jenis buah yang di amati.
Beberapa jenis buah, selain terserang oleh komplek dorsalis, B. carambolae dan B. papayae, juga oleh lalat buah spesies lain. Jambu biji dan jambu air selain oleh kedua spesies tersebut juga terserang oleh B. albistrigata (de Meijere). Bahkan dari jambu air kebanyakan lalat buah yang muncul (87 %) adalah spesies B. albistrigata. Sedangkan mlijo samasekali tidak diserang oleh baik B. carambolae maupun B. papayae. Mungkin daging buahnya yang membungkus biji mlinjo tidak cukup tebal bagi larval kedua spesies lalat buah tersebut. Mlinjo hanya diserang oleh spesies yang ukuran larvanya lebih kecil yaitu B. mcgregori (Bezzi).
Tabel 1 Persentase jumlah lalat buah dewasa dari spesies komplek dorsalis dan bukan yang muncul dari beberapa jenis buah terserang lalat buah, dari beberapa tempat di Jawa.

Jenis buah :
Lokasi
Kompleks dorsalis

Bukan dorsalis
B. carambolae
B. papayae
Belimbing :
Jabar
Jatim
Pulau Jawa (rata-rata)



88
12
0
97
3
0
90
10
0
Mangga:
Jabar
Jatim
Pulau Jawa (rata-rata)



19
81
0
27
73
0
23
77
0
Jambu biji:
Jabar
Jatim
Pulau Jawa (rata-rata)



93
7
0
72
14
14*)
82,5
10,5
7 *)
Jambu air:
Jatim



10
3
87*)
Cabai:
Jabar



11
89
0
Kecapi:
DKI-Jabar



64
36
0
Melinjo:
Jatim



0
0
100**)
Keterangan : *) B. albistrigata (de Meijere)
**) B. mcgregori (Bezzi
)

Pengamatan lebih rinci dilakukan terhadap satuan butir buah. Datanya dapat menunjukkan apakan sebutir buah dapat diserang oleh B. carambolae dan B. papayae secara bersamaa. Data kerusakan oleh spesies B.. carambolae dan atau B .papayae pada setiap butir dari jenis yang diamati yaitu buah belimbing, mangga, cabai merah dan jambu biji yang rusak oleh lalat buah tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada buah dengan ukuran cukup besar seperti belimbing, mangga dan jambu biji, serangan campuran B. carambolae dan B. papayae terhadap satu butir buah merupakan hal umum terjadi. Akan tetapi pada buah dengan ukuran kecil seperti cabai merah serangan campuran pada sebutir buah tidak terjadi.
Butiran buah belimbing, mangga dan jambu biji yang rusak oleh lalat buah, masing-masing 26,5 %, 61 % dan 29 % terserang oleh campuran B. carambolae dan B. papayae. Sisanya oleh spesies yang menyukainya, yaitu belimbing dan jambu biji oleh B. carambolae, dan mangga oleh B. papayae. Buah cabai merah 11% terserang B. carambolae dan 89% oleh B. papayae. Tidak ditemukan butiran buah cabai merah yang terserang oleh campuran lalat buah.
Tabel 2. Perbandingan jumlah buah yang terserang oleh spesies lalat buah B. carambolae dan B. papayae


Jenis buah
Lokasi

Jumlah buah rusak oleh spesies lalat buah (%)
B. carambolae
B. papayae
campuran
N
Belimbing:
Jawa Barat
Jawa Timur
Pulau Jawa (rata-rata)




64
0
36
17
83
0
17
12
73,5
0
26,5
29
Mangga:
Jawa Barat
Jawa Timur
Pulau Jawa (rata-rata)




0
50
50
10
0
27
73
14
0
38,5
61,5
24
Cabai:
Jawa Barat




11
89
0
9
Jambu biji:
Jawa Barat




71
0
29
24


Sebagai sepasang spesies symphatric, B. carambolae dan B. papayae secara bersama selalu ditemukan menyerang setiap jenis buah yang diamati, kecuali pada mlinjo yang bukan inangnya. Bahkan pada buah buah yang ukurannya cukup besar kedua spesies dapat secaraa bersama menyerang sebutir buah. Hal ini menunjukkan betapa dekatnya hubungan kekerabatan kedua spesies tersebut. Aakan tetapi keduanya memiliki kesukaan yang berbeda. B. carambolae lebih menyukai buah belimbing, jambu air dan kecapi, sedangkan B. papayae lebih pada mangga dan cabai .
Hal semacam ini perlu mandapat perhatian dalam program pengendalian lalat buah dengan Teknik Serangga Mandul (TSM ). Hasil optimum TSM disuatu kebun buah dapat dicapai bila dilepas serangga mandul dari kedua spesies tersebut dengan perbandingan sesuai dengan tingkat preferensi lalat buah pada jenis buah tersebut. Walaupun, menurut Wee dan Tan (2000), demikian dekat hubungan kekerabatan antara keduanya sehingga kawin silang, dengan menghasilkan keturunan yang fertile, dapat terjadi baik di dalam kurungan maupun di kebun terbuka. Kenyataan bahwa spesies spesies sibling dalam dorsalis kompleks dapat melakukan kawin silang, menyebabkan dimungkinkannya, dalam program TSM, suatu spesies lalat buah digunakan mengendalikan spesies lain dalam komplek tersebut. Penelitian lebih lanjut tentang hal ini, terutama tingkat preferensi dan keberhasilan kawin antar spesies sangat diperlukan.
Antara B. carambolae dan B. papayae, selain selain memiliki perbedaan dalam morfologi dan kesukaan inang, juga dalam hal daerah sebar dan dalam kemungkinannya untuk terserang parasitoid. Menurut White dan Hancock (1997), daerah sebar B. carambolae di Indonesia sekarang hanya meliputi Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sedangkan daerah sebar B. papayae juga meliputi Sulawesi dan kepulauan Indonesia bagian timur sampai Irian. Iwahashi (2000) menunjukkan adanya perbedaan panjang aedeagus lalat jantan B. carambolae ( <> 2,7 mm). Menurutnya, perbedaan panjang aedeagus ini juga menunjukkan adanya perbedaan panjang ovipositor lalat betinanya, yang selanjutnya menunjukkan perbedaan kedalaman letak telur dalam daging buah buah. Hal ini membawa konseksensi adanya perbedaan kemungkinannya untuk terserang oleh parasitoid , yang memiliki panjang ovipositor tertentu.

KESIMPULAN
Semua jenis buah yang diamati, kecuali mlinjo, menjadi inang lalat buah baik Bactrocera carambolae maupun B. papayae, namun dengan tingkat kesukaan yang berbeda-beda. Serangan campuran oleh lebih dari satu spesies lalat buah, pada satu jenis buah di suatu kebun, umum terjadi. Serangan campuran, pada satu butir buahpun, umum terjadi pada buah-buah berukuran besar seperti belimbing, mangga, dan jambu biji, tetapi tidak pada buah yang berukuran kecil seperti cabai merah. Belimbing, jambu biji, dan kecapi lebih disukai oleh B. carambolae, sedangkan mangga, dan cabai merah oleh B. papayae. Jambu air walaupun diserang oleh kedua spesies tersebut lebih disukai oleh lalat buah B. albistrigata yang bukan termasuk komplek spesies B. dosalis. Mlinjo tidak diserang oleh baik B. carambolae maupun B. papayae, melainkan hanya oleh B. mcgregori. Agar hasilnya optimum, program pengendalian lalat buah dengan cara yang bersifar species specific , seperti teknik serangga mandul, harus memeperhatikan adanya campuran spesies tersebut. Penelitian lebih lanjut tentang perbedaan antara kedua spesies simpatrik tersebut, dalam hal sifat-sifat kawin, daya tarik kawing dan tingkat keberhasilan kawin antar spesies dalam komplek spesie D. dorsalis sangat diperlukan.


UCAPAN TERIMAKASIH
Para penulis berterimakasih kepada Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) – BATAN atas biaya dan fasilitas yang diberikan untuk terselenggaranya penelitian ini. Terimakasih juga disampaikan kepada PT Galasari Gresik dan PT Sata Harum Probolinggo, atas bantuannya dan kemudahan yang diberikan selama penelitian.

PUSTAKA
Drew, R.A.I dan D.L. Hancock. 1994. The Bactrocera dorsalis complex of fruit flies (Diptera:Tephritidae: Dacinae) in Asia. Bulletin of Entomological Research. Supplement Series. 2. 28 pp.

Enkerlin, W.R. 2005. Impact of Fruit Fly control Programmes Using the Sterile Insect Technique. Dalam Dyck. V.A., J. Hendrichs and. A.S. Robinson. (Edit). Sterile Insect Technique Principles and Practice in Area-Wide Integrated Pest Management. Springler. Dordrech The Netherlands. 651 – 668p.

Hardy, D.E. 1982. The Dacini of Sulawesi (Diptera: Tephritidae). Treubia. Vol 28. part 5.

___________. 1983. The fruit flies of the genus Dacus Fabricus of Java, Sumatera, and .Lombok, Indonesia. Truebia. Vol 29 part 1.

Iwahashi, O. 2000. Speciation of Bactreocera dorsalis complex based on aedeagal length. Dalam TAN, K.H. (Edit.). Area-Wide Control of Fruit Flies and Other Insect Pests. Penerbit Universiti Sain Malaysia. Pulau Penang. 591 – 595 p.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru – van Hoeve, Jakarta 301 p.

Kawasaki, K. 1991. Eradication program of fruit flies in Japan. Proc. The Internat. Symp. on The Biol. and Control of Fruit Flies. 22 – 32 p.

Kuswadi, A.N. 2000. Fasilitas untuk memproduksi kepompong lalat buah Bactrocera carambolae (DREW & HANCOCK) secara massal. Seminar Nasional Biologi VI ITB. Bandung 25 – 26 Juli 2000.

Kuswadi, A. N. 2000. Initiation for an Area Wide Control of Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) (Diptera : Tephritidae) Through Augmentative release of Natural Enemies and Sterile Insect technique in Java. Research Meeting on Evaluating the Use of Nuclear Technique for Colonization and Production of Natural Enemies of Agricultural Insect Pest 18 – 22 Oktober 2000. FAO - IAEA.


Lance, D.R. & D.O. McInnis. 2005. Biological bais of the sterile insect technique. Dalam Dyck. V.A., J. Hendrichs and. A.S. Robinson. (Edit). Sterile Insect Technique Principles and Practice in Area-Wide Integrated Pest Management. Springler. Dordrech The Netherlands. 651 – 668p.

McPheron, B.A. 2000. Population genetics and cryptic species. dalam. TAN, K.H. (Edit.). Area-Wide Control of Fruit Flies and Other Insect Pests. Penerbit Universiti Sain Malaysia. Pulau Penang. 483 – 90 p.

Siwi. S. S. 2003. Jenis-jenis lalat buah penting di Indonesia dan macam tanaman inangnya. Lokakarya masalah kritis pengendalian layu pisang nematode sista kuning pada kentang dan lalat buah. Bogor 13 – 15 Desember 2004.

Vijaysegaran, S. and M.S. Osman. 1991. fruit flies in Penninsular-Malaysia their economic important and control strategies. Proc. The Internat. Symp. On The Biol. and Control of Fruit Flies. 105 – 115 p.

Wee, S.L. and K.H.Tan. 2000. Interspecific mating of two sibling species of the Bactrocera dorsali complex in a field cage. dalam. TAN, K.H. (Edit.). Area-Wide Control of Fruit Flies and Other Insect Pests. Penerbit Universiti Sain Malaysia. Pulau Penang. 667 - 677 p.

White, I.M. and D.L. Hancock. 1997. Computer Aided Biological Identification Key for Indo Australian Dacini Fruit Flies. CAB International. Wellingford – Oxon. UK.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENANGGULANGAN MASALAH HAMA LALAT BUAH DI INDONESIA DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM)

PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH PRA DAN PASCA PANEN DENGAN TEKNIK IRADIASI