PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH PRA DAN PASCA PANEN DENGAN TEKNIK IRADIASI
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi – BATAN
Jl. Lebak Bulus Raya 49, Jakarta Selatan
anakuswa@hotmail
ABSTRACT
Mango, a horticultural crop, has been extensively cultivated in production centers of many provinces in Indonesia, and the products are exported to increase the provinces’ and national income. However, mango cultivation is facing serious problems of fruit fly pest, that are not only reduce the quantity and the quality of the fruits, but also, as a quarantine pest, become an obstacle to the export. Irradiation techniques could be used to solve such proplems. Sterile insect technique (SIT), by releasing radiosterilized pest, can be used to control the fruit fly pest in the field. When the conditions are suitable, since the SIT can be used to eradicate the pest in an area, a fuit fly free area is possible to be developed. The SIT is a pest control measure which is environmental friendly and sustainable. Meanwhile, to disinfest fruit fly pest in a commodity of mango prior to export, irradiation can be used as a phytosanitary measure. It is expected that irradiation treatment to be used to substitute those by fumigant of methil bromide which is banned due to its destructive effect on ozon layer.
Key words: gamma irradiation, mango, eksport, fruit fly pest, SIT, frui fly free area,phytosanitary treatment, methyl bromid.
ABSTRAK
Mangga, sebagai tanaman hotikultura, telah diusahakan dalam skala luas di sentra-sentra produksi di beberapa propinsi di Indonesia, dan hasilnya diekspor untuk meningkatkan pendapatan propinsi dan pendapatan nasional. Akan tetapi, budidaya mangga menghadapi masalah serius hama lalat buah, yang tidak hanya menurunkan jumlah dan mutu buah tetapi juga, karena sebagai hama karantina, menjadi penghalang ekspor. Teknik irradiasi dapat digunakan untuk memecahkan masalah ini. Teknik serangga mandul (TSM), dengan cara melepas serangga hama yang telah dimandulkan dengan radiasi, dapat digunakan untuk mengendalikan hama di kebun. Bila keadaannya memenuhi syarat, karena TSM dapat digunakan untuk mengeradikasi hama dari suatu area, maka dengan teknik ini dapat dikembangkan suatu area bebas lalat buah. TSM adalah cara pengendalian hama yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk mendisinfestesi hama lalat buah dalam lalat buah yang akan diekspor, iradiasi dapat diginakan sebagai perlakukan karantina. Perlakuan teknik ini dapat menjadi pengganti perlakuan dengan fumigasi metil bromida yang telah dilarang penggunaannya karena merusak lapisan ozon.
Kata kunci : iradiasi gamma, manga, ekspor, hama lalat buah, TSM, frui fly free area,perlakuan karantina, metil bromida
PENDAHULUAN
Permintaan akan buah bermutu di Indonesia terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk.Permintaan tersebut pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 15 juta ton dan pada tahun 2015 menjadi 20 juta ton (1). Permintaan akan buah selama ini masih banyak dipenuhi oleh produk impor, berarti produksi buah nasional masih perlu ditingkatkan agar permintaan buah dalam negeri dapat terpenuhi. Sementara itu permintaan pasar international akan buah tropis juga cukup besar, sehingga selain untuk pasar dalam negeri, peluang ekspor bagi produksi buah nasional juga terbuka sangat luas.Potensi alam Indonesia sangat mendukung upaya pengembangan berbagai jenis buah tropis seperti mangga, manggis, rambutan, salak, dan lain-lain untuk menjadi komoditi unggulan.Pangsa pasar buah-buahan tropis di dunia juga cukup besar. Selama ini Indonesia baru mengisi proporsi yang sangat kecil dari pangsa pasar dunia tersebut yaitu hanya 0,92%, 1,53% dan 2,16% berturut-turt pada tahun 1988, 1990, dan 1992 (1).
Salah satu buah yang diekspor Indonesia saat ini adalah mangga, selain pisang dan manggis.
Menurut FAO, Indonesia termasuk lima negara penghasil mangga terbesar di dunia, namun dibanding negara lain nilai ekspornya masih sangat rendah (2). Menurut Badan Litbang Departeman Pertanian (3), salah satu penghambat ekspor mangga Indonesia adanya adalah serangan hama lalat buah, terutama Bactrocera carambolae (Drew & Handcock) dan Bactrocera papayae(Drew & Handcock) (Diptera: Tephritidae) yang merupakan hama penting pada berbagai jenis buah termasuk mangga (4). Selain dapat menurunkan produksi antara 20-50 % setiap tahunnya,hama ini menjadi penghambat ekspor buah karena merupakan hama karantina.. Hama yang daerah sebarnya masih terbatas di sebagian besar Kepulauan Indonesia sangat diwaspadai penyebarannya oleh berbagai negara (5.
Iradiasi gamma telah berhasil dimanfaatkan dalam berbagi bidang kehidupan. Dalam bidang pengendalian hama atau pengendalian OPT (organisme penggangu tanaman), iradiasi gamma dapat dimanfaatkan untuk memandulkan atau membunuh serangga penyebab hama, tergantung pada besarnya dosis yang digunakan. Dosis mandul dikembangkan dalam pengendalian hama dengan teknik serangga mandul (TSM), dimana serangga hama yang telah dibiakkan massal di laboratorium dimandulkan dengan iradisi untuk kemudian dilepas di lapang agar dapat menurunkan populasi karena bersaing kawin dengan populasi lapang. Sedangkan dosis yang membunuh (lethal) dimanfaatkan untuk mendisinfestasi hama, terutama hama yang terdapat dalam produk pertanian, pasca panen.
Akan didiskusikan penggunaan TSM dalam pengendalian hama lalat buah, yang menyerang berbagai produk hortikultura, terutama buah mangga, yang di berbagai propinsi telah dijadikan buah unggulan pasaran dalam negeri maupun ekspor. Untuk memenuhi persyaratan ekspor, mangga haus diproduksi di suatu areal yang bebas hama lalat buah, atau kalau tidak, buah-buah siap kirim, dalam kemasan, dapat diradiasi dengan dosis lethal untuk membunuh telu atau larva lalat buah yang mungkin terdapat di dalamnya, sebagai perlakuan karantina.
PRODUKSI HORTIKULTURA MANGGA
Salah satu produk hortikultura penting di Indonesia adalah mangga (Mangifera indica L.). Tanaman tropis ini yang menurut RICHARDSON dan STUBBS (6), sudah dibudidayakan sejak lebih dari 4000 tahun yang lalu di India dan kawasan Indo-Malaysia, dan sekarang telah menyebar ke berbagai negara. Mangga terutama dikonsumsi karena rasanya yang enak dan gizinya yaitu mengandung vitamin A dan C. Di dunia, ada lebih dari 500 varietas mangga yang dikenal dan dibudidayakan. Produksi nasional mangga Indonesia terus mengingkat, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi nasional komoditas mangga tahun 2002–2006, menurut DIMYATI (7).
Tahun | Luas panen (ha) | Produksi (ton) | Produktivitas (ton/ha) |
2002 | 184,659 | 1,402,906 | 7,60 |
2003 | 158,894 | 1,526,474 | 9,61 |
2004 | 185,773 | 1,437,665 | 7,74 |
2005 | 176,000 | 1,412,884 | 8,03 |
2006 | 195,503 | 1,621,997 | 8,30 |
Di Indonesia mangga umumnya ditanam masih sebagai usaha pertanian skala kecil, di pekarangan, dengan nilai komersial yang rendah. Baru di beberapa daerah / Kabupaten sentra produksi, seperti di Indramayu, Majalengka, Cirebon, Magetan, Situbondo, Buleleng dan Takalar, petani telah menanam mangga secara komersial dengan menerapkan teknologi budidaya maju, dan hasilnya telah menembus pasaran internasional. Sejak tahun 1984 Departemen Pertanian telah melepas sebanyak 22 varietas di antarnya yang banyak dikenal adalah Arumanis 143, Manalagi 69 Golek 31 dan Gedong Gincu. Gedong Gincu yang yang banyak ditanam di Jawa Barat (Tabel 2), merupakan varietas yang menjanjikan untuk pasar internasional karena warna buahnya yang kuning ke merah-merahan sesuai dengan selera konsumen (8). Telah dilakukan perluasan pertanaman mangga varietas unggul di empat propinsi sentra produksi, seluas 5.500 hektar di Nangroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan (Tabel 2).
Tabel 2. Sentra produksi mangga dan pengembangan di tahun 1997 – 2002 di Indonesia, menurut MUHARRAM (8)
No. | Propinsi | Kabupaten | Perngembangan Areal 1999-2002* | |
Varietas | Luas (ha) | |||
1 | NAD | Sabang | Arumanis 143 | 500 |
2 | Jawa Barat | Majalengka | Gedong Gincu | 500 |
Indramayu | Gedong Gincu | 1.000 | ||
Cirebon | Gedong Gincu | 1.000 | ||
3 | Jawa Tengah | Pemalang dll | - | - |
4 | Jawa Timur | Situbondo | Gadung 21 | 1.000 |
Probolinggo dll | - | - | ||
5 | DIY | Sleman dll | - | - |
6 | Bali | Buleleng | - | - |
7 | NTB | Sumbawa dll | - | - |
8 | NTT | Manggarai dll | - | - |
9 | Sulawesi Selatan | Takalar | Arumanis 143 | 500 |
Jeneponto | Arumanis 143 | 1.000 | ||
10 | Sulawesi Tengah | Poso dll | - | - |
11 | Sulawesi Tenggara | Kendari dll | - | - |
| Jumlah luasan pengembangan areal | 5.500 |
LALAT BUAH DAN PENGENDALIANNYA
Masalah. Salah satu hama penting pada mangga dan buah pada umumnya adalah lalat buah, yaitu Bactrocera cacambolae dan B. papayae (Familia: Tephritidae). Hama ini sangat merugikan, selain menyerang mangga juga menyerang belimbing, jambu biji, pepaya, jambu air dan cabai merah. Pada mangga lalat buah dapat menurunkan produksi antara 20-50 % setiap tahunnya (9). Bahkan pada blimbing dan cabai merah bila tidak dikendalikan dapat menyebakan gagal panen, karen kerusakannya mencapai hampir 100% (10)
Bactrocera carambolae dan B. papayae daerah sebarnya hanya meliputi kepulauan Indonesia dan semenanjung Malaysia, oleh karena itu dikhawatirkan penyebarannya ke negara lain melalui ekspor buah. Dalam rangka menjaga keselamatan tanaman di tiap negara the International Plant Protection Convention (IPPC) memberlakukan Sanitary and Phytosanitary (SPS). Setiap negara berhak untuk menolak masuknya produk tanaman kecuali telah memenuhi SPS (11). Oleh karena itu, mangga yang akan diekspor dapat memenuhi SPS bila di produksi dari area yang bebas lalat buah (fruit fly free area) atau telah mendapatkan perlakuan karantina yaang menjamin bahwa produk tersebut telah bebas lalat buah (11). Berikut akan didiskusikan bagaimana teknik iradiasi dapat digunakan untuk menciptakan daerah bebas lalat buah melalui pengendalian dengan Teknik Serangga Mandul, dan untuk perlakuan karantina bagi mangga yang akan diekspor.
Perlunya Pengendalian Lalat Buah dengan Cara Area Wide. Selama ini, petani mengendalikan hama lalat buah dengan meggunakan teknologi sederhana yang rendah muatan ipteknya. Misalnya dengan memberongsong buah dengan kertas, atau dengan memasang perangkap metil eugenol yang terbuat dari botol aqua. Cara lain yang sering dilakukan adalah mensanitasi lingkungan pertanaman, dengan mengubur buah-buah terserang yang rontok. Belakangan juga dianjurkan penggunaan umpan protein (12).
Petani melakukan pengendalian hanya di petak kebunnya masing-masing tanpa koordinasi. Padahal lalat buah adalah hama yang mobilitasnya tinggi, dapat terbang ratusan bahkan ribuan meter, mudah menular dari petak satu ke petak lain, sehingga walaupun pengendalian pengendalian telah dilakukan mangga akan mudah tertular lalat buah lagi dari kebun lain, pekarangan atau tanaman liar yang ada di sekitarnya. Pengendalian oleh karena itu, menjadi kurang efektif dan harus diulang-ulang. Menurut LINDQUIST (13) untuk hama dengan mobilitas tinggi seperti lalat buah cara yang tepat untuk mengendalikan adalah dengan Area Wide Integrated Pest Management (AW-IPM). Yaitu pengendalian terpadu dengan strategi untuk mengendalikan total populasi di suatu kawasan luas sekaligus, dalam program jangka panjang. Salah satu cara pengendalian yang tepat untuk strategi ini adalah dengan Teknik Serangga Mandul.
Prinsip Dasar Teknik Serangga Mandul (TSM). TSM adalah cara pengendalian / menekan populasi hama, yang pertama kali dikembangkan oleh KNIPLING (14), dengan cara melepaskan serangga mandul ke lapang. Penurunan populasi terjadi karena hama mandul yang dilepas bersaing kawin dengan hama di kebun, sehingga tidak menghasilkan keturunan. Lalat buah dapat dimandulkan dengan cara memberi perlakuan 90 Gy sinar gamma pada kepompongnya.
Pada waktu dilepas ke kebun lalat buah mandul akan berbaur dan bersaing dengan serangga lapang untuk memperoleh pasangan kawin. Namun hanya perkawinan antar sesama serangga lapang saja yang akan menghasilkan keturunan, sedangkan antara jantan mandul dengan betina lapang ataupun antara jantan lapang dengan betina mandul, dan sesama serangga mandul tidak. Dalam keadaan demikian, menurut WEIDHAAS dkk. (15), dengan asumsi bahwa setiap generasi populasi hama normal di alam meningkat lima kali, maka ke lapang harus dilepas serangga mandul sebanyak minimal sembilan kali populasi alam agar dapat terjadi penurunan populasi pada keturunan yang akan dihasilkan.
Menurut perhitungan bila ke dalam suatu areal yang populasi hamanya satu juta ekor, dengan rate of increase tiap generasi lima kali, dilepas serangga mandul sembilan juta ekor berulang-ulang, maka akan terjadi penurunan populasi seperti tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Perhitungan hipotetis populasi hama satu juta ekor di areal yang dikendalikan dengan cara melepaskan serangga mandul sembilan kali lipat populasi awal (14)
Generasi | Tanpa Pengen-dalian** | Dikendalikan Dengan TSM | ||||
Hama di Kebun | Hama Mandul dilepas | Rasio Mandul/ Fertil | Sterilitas (%) | Keturunan | ||
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) | (7) |
P | 1.000.000 | 1000.000 | 9000.000 | 9 : 1 | 90 | 500.000 |
F1 | 5.000.000 | 500.000 | 9000.000 | 18 : 1 | 94,7 | 131.579 |
F2 | 25.000.000 | 131.579 | 9000.000 | 68 : 1 | 98,6 | 9.480 |
F3 | 125.000.000 | 9.480 | 9000.000 | 942 : 1 | 99,990 | 50 |
F4 | 125.000.000 | 50 | 9000.000 | 180.000 : 1 | 99,999 | 0 |
F5 | 125.000.000 | 0 | 9.000.000 | | | 0 |
Keterangan : *) Dengan asumsi setiap generasi hama berbiak menjadi lima kali lipat
**) Daya dukung lingkungan diasumsikan 125.000.000 ekor hama
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa akibat penglepasan serangga mandul tersebut terjadi penurunan jumlah populasi hama pada setiap generasi. Penglepasan serangga mandul sebanyak sembilan juta setiap generasi menghasilkan penurunan populasi sampai nol (punah) pada generasi ke lima. Berarti penglepasan serangga mandul efektif untuk menurunkan populasi hama di lapang, dan cara ini mampu menekan populasi sampai punah.
Sifat TSM
1. Spesifik pada spesies. TSM bersifat species specific, karena serangga mandul yang dilepas hanya akan kawin dengan spesiesnya sendiri. Oleh karena itu penglepasan serangga mandul hanya mengakibatkan penurunan populasi pada spesies yang dikendalikan saja.
2. Ramah lingkungan. Tidak ada bahan yang dilepas ke kebun atau ke dalam lingkungan kecuali serangga mandul, oleh karena itu tidak ada bahan berbahaya yang dapat mengganggu lingkungan.
3. Makin rendah populasi hama makin efektif. Pada waktu sejumlah serangga mandul dilepas, makin rendah populasi hama di daerah sasaran, makin besar nilai kemandulan populasi, sehingga makin sedikit jumlah keturunan yang terbentuk, yang berarti makin efektif TSM. Oleh karena itu pada waktu dilakukan terpadu dengan pengendalian cara lain, yaitu bila sebelum penglepasan serangga mandul populasi hama diturunkan dahulu, dengan cara apapun, maka efektifitas TSM akan meningkat.
4. Dapat menekan populasi sampai nol. Seperti tampak pada Tabel 1 kolom 3, setelah beberapa kali penglepasan serangga mandul populasi hama di kebun menjadi 0, berarti TSM dapat digunakan untuk memusnahkan atau mengeradikasi hama dari suatu areal. Dalam praktek, TSM telah berhasil digunakan untuk mengeradikasi beberapa jenis hama, misalnya hama lalat ternak dari daratan Amerika Utara dan Tengah, dan lalat buah dari pulau Okinawa dll. Eradikasi dapat dicapai bila lokasi pengendalian terisolasi penuh. Tanpa isolasi reinfestasi hama sangat mungkin terjadi.
Negara pengimpor biasanya hanya mau menerima produk yang dijamin bebas hama atau penyakit berbahaya. Dari negara yang diketahui sebagai daerah sebar lalat buah, pengimpor hanya menerima buah yang dihasilkan daerah bebas lalat buah (pest free zone). Suatu daerah dapat dijadikan bebas lalat buah dengan cara eradikasi menggunakan TSM.
5. Bersifat Area Wide. Berbeda dengan insektisida yang dapat diaplikasikan pada satuan-satuan kecil misalnya pada petak per petak sawah oleh satu dua orang petani, TSM harus dilaksanakan dalam suatu areal luas atau suatu kawasan dalam jangka panjang sekaligus, karena serangga mandul yang dilepas untuk bersaing kawin akan menyebar luas.
6. Cocok untuk hama yang mobilitasnya tinggi. Karena bersifat area wide TSM, tidak seperti peengendalian kimiawi dengan insektisida, tepat untuk mengendalikan hama yang mobilitasnya tinggi, seperti berbagai hama jenis lalat (Diptera), dan ngengat (Lepidoptera).
Untuk keberhasilan pelaksanaan TSM dituntut beberapa persyaratan di antaranya :
1. Serangga dewasa yang dilepas tidak menimbulkan kerugian,
2. Spesies
3. Spesies hama dapat dimandulkan, tanpa mengurangi mutu biologisnya, dan
4. Lahan pertanian harus terisolasi agar tidak terjadi reinfestasi.
Karena adanya persyaratan ini, maka berbeda dengan pengendalian dengan insektisida kimia, TSM tidak dapat diterapkan pada setiap spesies hama. Banyak spesies hama, terutama yang tergolong serangga Hemimetabola, yang dewasanya merusak. Juga banyak spesies serangga tidak dapat dibiakkan masal di laboratorium, dan banyak spesies yang kemampuan hidupnya menurun waktu dimandulkan.
Daerah Bebas Lalat Buah. Perdagangan bebas di dunia internasional yang makin meningkat menyebabkan kedudukan masalah hama dan penyakit tumbuhan semakin penting. Tidak ada satu negarapun yang mau mengambil resiko tertular hama/penyakit tumbuhan yang masuk bersama komoditi perdagangan. Beberapa spesies hama yang ditakutkan menular dari satu negara ke negara lain melalui cara ini dikelompokkan sebagai hama karantina.
Hama karantina merugikan bukan hanya karena menurunkan produksi tetapi juga menghambat usaha ekspor. Sebagai contoh, beberapa spesies lalat buah yang terdapat di Indonesia yaitu Bactrocera carambolae, dan Bactrocera papayae merupakan hama karantina yang diwaspadai oleh negara pengimpor buah. Belakangan diberitakan bahwa eksport paprika Indonesia ke Taiwan ditolak karena alasan tersebut.
Karena memiliki kemampuan untuk mengeradikasi, TSM dengan dipadu dengan cara-cara lain, dapat digunakan menciptakan suatu daerah yang bebas hama lalat buah (fruit fly free zone). Bila berhasil maka bagi daerah tersebut lalat buah tidak lagi menjadi penghambat eksport. Sebagai contoh, setelah dilakukan eradikasi, suatu areal lembah Rio Grande di Texas dinyatakan bebas lalat buah Meksiko Anasterpa ludens dan daerah lain di Florida dinyatakan bebas lalat buah Karibia Anasterpa suspensa untuk tujuan ini. Daerah Sonora di Meksiko yang memproduksi beberapa jenis buah seperti apel, jeruk grapefruit, cytrus dan tangerin, telah dinyatakan bebas dari hama lalat buah Mediterania Ceratitis capitata, sedangkan melon yang dihasilkan di Brazil dan Ekuador dinyatakan bebas Anastrepa grandis, sehingga dinyatakan dapat diekspor ke Amerika Serikat tanpa perlakuan karantina (16).
PERLAKUAN KARANTINA DENGAN IRADIASI
Kebanyakan negara mau mengimpor buah hanya dari negara atau area yang bebas hama lalat buah (fruit-fly free zone) atau, bila tidak maka impor hanya dilakukan setelah buah mendapat perlakuan karantina atau yang sekarang dikenal dengan perlakuan keamanan tanaman (phytosanitary treatment). Oleh karena itu perlakuan keamanan tanaman merupakan upaya penting dalam memecahkan masalah hama lalat buah pasca panen.
Perlakuan karantina dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan fumigasi dengan metil bromida atau metil dibromida (MDB). Belakangan kedua fumigant ini akan dilarang penggunaannya karena dapat merusak lapisan ozon. Teknik iradiasi dapat digunakan dalam perlakuan karantina, disamping cara-cara lain seperti dengan insektisida, suhu rendah, air panas dan lain-lain (17).
Dibandingkan perlakuan karantina cara lain, teknik iradiasi memiliki beberapa keunggulan yaitu tidak mennggalkan residu yang berbahaya bagi konsumen, karena daya tembusnya yang tinggi memiliki efektif tinggi terhadap lalat buah yang berada dalam daging buah, dan lebih praktis karena pelaksanaan perlakuan lebih cepat dan dapat dilakukan setelah komoditi berada dalam kemasan. Belakangan perlakuan kesehatan tanaman dengan teknik iradiasi makin mendapat perhatian berhubung dengan akan dilarangnya penggunaan metil dibromid (MDB) karena dianggap merusak lapisan ozon sehingga berbahaya bagi lingkungan.
Dibandingkan perlakuan karantina lain, karena memiliki daya tembus lebih tinggi, terhadap lalat buah teknik iradiasi efektifitasnya lebih tinggi daripada perlakuan dengan fumigasi, aplikasi insektisida, perlakuan suhu dingin atau perlakuan suhu panas. Keunggulan lain, proses iradiasi dapat dilakukan lebih cepat daripada perlakuan cara lain, dan juga lebih praktis karena dilakukan terhadap buah yang telah dikemas proses iradiasi dapat dilakukan segera sebelum pengiriman.
Sumber radiasi. Untuk tujuan ini yang paling umum digunakan mesin gama (Gamma Irradiator) dengan 60Co atau 137Cs sebagai sumber radiasi. Selain itu masih dimungkinkan mesin penghasil sinar-X yang berenergi ≥50 MeV, atau mesin berkas elektron yang menghasilkan elektron berenergi ≥ 10 MeV. Idealnya digunakan iradiator gama dengan variasi dosis yang rendah, yaitu dengan perbandingan Dmax : Dmin antara (1,0 : 0,85).
Handling pra-iradiasi. Kebanyakan jenis buah memiliki toleransi cukup tinggi terhadap perlakuan iradiasi sehingga perlakuan tidak akan berpengaruh terhadap mutu. Tidak diperlukan perlakuan khusus, sebelum iradiasi buah-buah harus mendapat perlakuan normal seperti biasanya yaitu selama penyimpanan buah harus berada dalam suhu dan atmosfir yang cocok. Berbeda dengan cara lain, buah dapat dikemas sebelum perlakuan radiasi, sehingga kemungkinan terjadinya reinfestasi setelah iradiasi dapat dicegah.
Efikasi perlakuan iradiasi dalam skala laboratorium. Seperti pada perlakuan teknik lain pada umumnya, tujuannya adalah untuk mencari dosis minimum iradiasi sekecil mungkin yang dapat memenuhi syarat untuk digunakan dalam perlakuan keamana tumbuhan yaitu yang dapat menjamin untuk mencegah penyebaran hama. Oleh karena itu dosis yang dicari tidak selalau yang mampu menyebabkan kematian 100%, melainkan yang mampu mencegah pembentukan dewasa atau dewasa fertil. Parameter yang diamati oleh karena itu adalah jumlah kepompong yang terbentuk dan jumlah lalat dewasa yang muncul dari kepompong. Dari data yang diperoleh dibuat kurva pengaruh dosis terhadap jumlah lalat dewasa yang terbentuk, untuk memperoleh nilai probit 9 (LD99,9968).
Uji konfirmasi. Begitu ditemukan, dari uji efikasi, dosis yang dianggap aman untuk digunakan dalam perlakuan keamanan tumbuhan, perlu dilakukan uji pemantapan. Uji ini harus dilaksanakan dalam kondisi sebenarnya atau dalam simulasi. Dalam uji ini harus dapat membuktikan bahwa perlakuan iradiasi dengan dosis tersebut dapat menyebabkan matinya seluruh larva lalat buah dalam komoditi.
KESIMPULAN
Iradiasi gamma, tergantung pada dosisnya, dapat digunakan untuk memandulkan atau mematikan
DAFTAR PUSTAKA
1. PUSAT KAJIAN BUAH-BUAHAN TROPICA Institut Pertanian Bogor, 1998. Desain dan Analisis Investasi Agribisnis Mangga, Laporan Akhir, IPB, Bogor
2. BADAN LITBANG DEPTAN. 2007. http://Jatim.Litbang. Deptan.go.id/ index. php?option=com_content & task=view & id=155 & item id=1 [3 mei 2007)
3. BADAN LITBANG DEPTAN. 2007. http://Pasca panen. Litbang. Deptan. go.id/? pag=berita & id=28. {3 mei 2007).
4. KALSHOVEN. 1981. The Pest of Crops in
5. LINDQIST, D.A. 2000.
6.
7. DIMYATI, A. 2008. Program Pengembangan Industri Mangga dan Manggis. Dirjen Hortikultura. 15 p.
8. MUHARRAM. A. 2008. Pengembangan Industri Mangga dan Manggis di Indonesia. Makalah SWOT Workshop on Mango and Mangostee. Jakarta, 23 – 24 Januari. 2008. 59 p.
9. KUSWASI, A. N., 2000, Pengendalian terpadu hama lalat buah Bactrocera dorsalis Hendel dengan Teknik Serangga Mandul dan Atraktan, Laporan Akhir RUT VI, PAIR-BATAN.
10.KALSHOVEN. L.G.E., 1981, “Pests of Crops in
11.FAO. 2006. Guidelines for the Export, Shipment, Import and Release of Biological Control Agents and Other Beneficial Organisms. ISPM No. 3. Sect. IPPC. 23 – 32 pp.
12.VIJAYASEGARAN, S. 2007. Managing the Problem of Fruit Flies in the Asia-Pacific Region. RAS-05-049. IAEA.
13.LINDQUIST. D.A. 2000.
14. KNIPLING, E.C. 1981, “Present Status snd Future of SIT Approach to the Control of Arthropod Pest,” Proc. Symp. Sterile Insect Technique and Radiation in Insect Control. Neuhenburg. 19 June - 3 July. 1981. 3 - 24 pp.
15. WEIDHAS, D.E., G.C. LABREQUE, C.S. LOFGREN, and C.H. SCHMIDT. 1972, “Insect Sterility in Population Dynamics Research,” WHO Bull. 47: 309-314 pp.
16..RIHERD, C., R. NGUYEN, dan J.R. GRAZZEL. 1994.
17. SHARP, J. L. dan G.J. HALLMAN. 1994.Quarantine Treatments for Pests of Food Plants. Westview Press. Boulder-San Fransisco-
18. BURDITT, A.K. 1994. Irradiation. dalam SHARP dan HALLMAN (Ed.} Quarantine Treatments for Pests of Food Plants. Westview Press. Boulder-San Fransisco-
19. KUSWADI. A.N. 2004. Pengendalian
Komentar
Posting Komentar