PENANGGULANGAN MASALAH HAMA LALAT BUAH DI INDONESIA DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM)

Achmad Nasroh Kuswadi
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR),
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jl Lebak Bulus Raya No.9 Pasar Jumat, Jakarta

ABSTRACT
COPING WITH THE FRUIT FLY PESTS PROBLEMS IN INDONESIAWITH THE STERILE INSECT TECHNIQUE (SIT). The fruit production center developed in many provinces in Indonesia is facing a serious problems of fruit fly pests, mainly of Bactrocera dorsalis complex, consisting of B. carambolae (Drew & Hancock) and B. papayae. An appropriate measure to control fruit fly pests, capable of dispersing long distance, in a hundrets hectare of production center, by using an area-wide intergated pest managemant (AW-IPM), integrating the sterile insect technique (SIT) with other compatible methode. To make the program possible to be applied in Indonesia, the following researchs have been carried out: population dynamic observation of the pests in the field, estimation of population density, mass rearing and radio-sterilization of the Bactrcera, and . In an AW-IPM program the SIT could be applied in integration with mass trapping of male flies by using attractan of methyl eugenol and augmentative release of Diachasmimorpha longicaudata and Fopius arisanus parasitoid. Application of SIT could be used besides in an eradication programme, also in a population suppression, containment, or prevention programmes.

ABSTRAK

PENANGGULANGAN MASALAH HAMA LALAT BUAH DI INDONESIA DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM). Sentra-sentra produksi buah yang dikembangkan di beberapa propinsi di Indonesia menghadapi seriusnya masalah hama lalat buah, terutama dari komplek spesies Bactrocera dorsalis, yang terdir dari B. carambolae (Drew & Hancock) and B. papayae (Drew & Hancock). Cara penanggulangan yang tepat terhadap hama lalat buah, yang mampu menyebar luas, di sentra produksi yang luasnya ratusan hektar adalah dengan program pengendalian hama terpadu area-wide (PHT-AW), yang memadukan TSM dengan cara lain yang kompatibel. Agar TSM dapat diaplikasikan di Indonesia telah dilakukan penelitian: dinamika populasi, dan pendugaan kerapatan populasi lalat buah di kebun, pembiakan massal dan pemandulan Bactrocera dengan iradiasi gamma, dan pengangkutan lalat buah mandul ke kebun. Dalam AW-IPM, TSM cock untuk diaplikasikan terpadu dengan perangkapan massal lalat jantan menggunakan atraktan metil eugenol, dan pengendalian hayati augmentatif dengan parasitoid Diachasmimorpha longicaudata dan Fopius arisanus. Aplikasi TSM dapat digunakan untuk tujuan eradikasi, akan tetapi dapat juga untuk menekan populasi sampai dibawah ambang ekonomi, atau untuk pemblokiran (containment)(prevention) berkembangnya suatu hama yang baru masuk ke suatu area. suatu populasi hama di suatu area agar tidak meluas, dan pencegahan

PENDAHULUAN
Di Indonesia, Bactrocera carambolae (DREW & HANCOCK), yang semula diklasifikasi sebagai B. dorsalis atau Dacus dorsalis, merupakan perusak buah-buaban utama seperti mangga, jambu biji, jambu air dan mangga (DREW dan HANCOCK, 1994). Menurut KALSHOVEN (1981) spesies ini merupakan hama utama yang tingkat kerusakannya sering menggagalkan panen buah.

Di kebun skala kecil serangan terhadap buah-buah dapat dicegah dengan pemberong-songan. Akan tetapi di kebun-kebun dengan areal ratusan / ribuan hektar seperti di sentra-sentra produksi buah yang telah dikembangkan oleh pemerintah di beberapa propinsi, cara ini tidak praktis. Pengendalian kimiawi dengan insektisida tidak dianjurkan terutama karena residu pestisida yang tertinggal dalam daging buah berbahaya bagi konsumen. Pemerintah telah mengambangkan sentra-sentra produksi buah di berbagai propinsi. Sentra produksi mangga misalnya dikembangkan di Kabupaten Indramayu, Cirebon dan Majalengka di Jawa Barat, di kabupaten Probolinggo, Pasuruan dan Gresik di Jawa Timur, dan di Kabupaten Takalar dan Jeneponto di Sulawesi Selatan. Pemecahan masalah hama lalat buah di sentra-sentra produksi yang luasnya mencapai ratusan bahkan ribuah hektar memerlukan cara terpadu di suatu kawasan sekaligus (area wide control). Apalagi karena mampu terbang sampai ribuan meter, lalat buah cepat menular/menyebar dari satu kebun ke kebun lain sehingga pengendalian dalam petak-petak kebun tertentu saja kurang efektif.

Salah satu cara pengendalian dengan pendekatan area wide adalah teknik serangga mandul (TSM). Teknik ini dikembangkan oleh KNIPLING, pada tahun 1955 berhasil digunakan untuk mengendalikan bahkan memunahkan hama lalat ternak Cochliomyia hominivorax di pulau Curacao Venezuela (BAUMHOVER dkk., 1955). Dengan TSM pemerintah Amerika Serikat kemudin secara bertahap berhasil mengeradikasi lalat ternak dari seluruh negaranya. Eradikasi dilanjutkan di Meksiko, Guatemala, Belize, El Salvador, di Panama. Itu berarti dengan TSM hampir seluruh daratan Amerika Utara dan Amerika Tengah sudah bebas lalat ternak (WYSS, 2000)..

Hama yang juga telah berhasil dikendalikan dengan TSM adalah beberapa jenis lalat buah di berbagai negara. Dimulai dengan keberhasilan eradikasi lalat buah semangka Dacus (Bactrocera) cucurbitae pada tahun 1965 di pulau Rota (STEINER 1965). Program eradikasi lalat buah mediterania Ceratitis capitata dengan TSM sedang dilaksanakan di Meksiko dan Guatemala (ZAVALA dkk., 1991) dan program serupa untuk lalat semangka dana lalat buah tropis B. dorsalis di Kepulauan Okinawa (KAWASAKI, 1991). TSM tengah digunakan dalam program pengendalian lalat buah oriental B. philippinensis di pulau Guimaras Filipina. (MANOTO 1994), sementara Thailand menggunakannya untuk mengendalikan B. dorsalis

Makalah ini membahas tentang dasar, cara aplikasi, prospek dan penelitian-penelitian TSM untuk pengendalian hama lalat buah di Indonesia.

DASAR PENGENDALIAN HAMA DENGAN TSM
Bila serangga mandul dilepas di lahan pertanian akan berbaur dan bersaing dengan serangga lapang untuk memperoleh pasangan kawin dengan sesama spesiesnya. Hanya perkawinan sesama serangga lapang saja yang akan menghasilkan keturunan, sementara perkawinan antara jantan mandul dengan betina lapang atau sebaliknya dan perkawinan sesama serangga mandul tidak.
Oleh karena itu, menurut perhitungan hipotetis, bila kedalam suatu lahan dengan populasi hama satu juta, yang setiap generasi meningkat lima kali, dilepas serangga mandul sembilan juta serangga mandul, berulang-ulang dalam jumlah yang tetap, akan terjadi penurunan populasi seperti tercantum dalam Tabel 1. Setelah beberapa generasi populasi menurun sampai sedemikian rendah, sehingga bila tidak terjadi reinfestasi dari sekitarnya maka spesies serangga tsb akan habis (eradikasi).

Tabel 1. Perhitungan hipetetis populasi hama satu juja ekor di areal yang dikendalikan dengan cara melepaskan serangga mandul sembilan kali lipat populasi awal.*



Populasi Ha-ma Tanpa Pe-

Populasi Hama Yang Dikendalikan Dengan TSM


Gene

Rasi

Ngendalian**

Populasi Hama di Kebun

Hama Mandul yang di-lepas

Rasio Mandul /Fertil

Sterilitas populasi (%)

Keturunan yang Di­hasilkan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)


P

1.000.000

1000.000

9000.000

9 : 1

90

500.000


F1

5.000.000

500.000

9000.000

18 : 1

94,7

131.579


F2

25.000.000

131.579

9000.000

68 : 1

98,6

9.480


F3

125.000.000

9.480

9000.000

942 : 1

99,990

50


F4

125.000.000

50

9000.000

180.000 : 1

99,999

0


F5

125.000.000

0















Keterangan : *) Dengan asumsi setiap generasi hama berbiak menjadi lima kali lipat

**) Daya dukung lingkungan diasumsikan 125.000.000 ekor hama

Penglepasan berulang-ulang dalam jumlah tetap (9 juta juta serangga mandul) menyebabkan rasio serangga mandul/normal dari generasi ke generasi (kolom 5 Tabel 1) terus meningkat, sehingga jumlah keturunan yang terbentuk makin sedikit dan mencapai nol pada keturunan ke 4 (kolom 7 Table 1), yang berarti hama musnah. Sifat ini yang memungkinkan TSM digunakan untuk eradikasi hama. seperti diterangkan sebelumnya.

Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa pada TSM, makin rendah populasi hama di lapang, makin tinggi efektifitas pengendaliannya. Hal ini berbeda dengan pengendalian cara lain. Oleh karena itu sebelum penerapan TSM, untuk meningkatkan efektifitas, populasi hama diturunkan terlebih dahulu dengan cara lain.

Syarat keberhasilan TSM. Pengendalian ini dilakukan dengan cara beberapa kali melepaskan sejumlah besar serangga mandul di lapang. Oleh karena itu untuk dapat dilaksanakan TSM menuntut be­berapa persyaratan biologis di antaranya :

1. Serangga dewasa yang dilepas tidak menimbulkan kerugian. Bila serangga dewasanya merusak maka hama tidak tepat dikendalikan dengan TSM. Demikian pula bila serangga dewasanya berpotensi untuk menjadi vektor penyakit

2. Spesies hama harus dapat dibiakkan secara massal dan murah. Tidak semua spesies serangga dapat biakkan massal di laboratorium, dengan kesulitannya yang berbeda untuk tiap spesies. Lalat buah termasuk hama yang telah berhasil dibiakkan di laboratorium, dengan ongkos yang relative murah.

3. Pemandulan tanpa mengurangi mutu biologisnya. Apapun cara yang digunakan untuk pemandulan, harus tidak berpe­ngaruh negatip pada biologi serangga tersebut, termasuk tidak menurunkan daya saing kawinnya. Lalat buah dapat dimandulkan dengan meradiasi kepompongnya dengan sinar gamma. Pada beberapa jenis serangga, misalnya pada Anthonomus grandis, pemandulan dengan radiasi menyebabkan kerusakan somatis pada sistem pencernakan, sehingga serangga dewasa beru­mur lebih pendek daripada yang normal karena kelaparan (BUSHLAND, 1971). Kerusakan somatis yang merugikan ini kurang berarti pada ordo Diptera, termasuk pada macam-macam lalat buah yang dimandulkan dengan radiasi.

4. Syarat-syarat lain. Seperti telah diterangkan, sebaiknya hama dapat diturunkan populasinya dengan cara lain sebelum TSM dilaksanakan agar lebih efektif. TSM memerlukan informasi yang rinci tentang biologi hama tersebut, terutama tentang perilaku kawin, dinamika populasi, dan daya sebar hama di lapang. Untuk keberhasilan TSM, KNIPLING (1955) mempersyaratkan beberapa hal, di serangga betina hanya kawin sekali, atau kalau kawin lebih dari sekali, sperma serangga mandul harus mampu bersaing dengan sperma serangga normal. Lebih baik bila Oleh karena itu penelitian awal tentang aspek biologi hama harus terlebih dahulu dilakukan.


PENELITIAN UNTUK APLIKASI TSM


Untuk menunjang terlaksananya pengendalian lalat buah di Indonesia dengan TSM, di PATIR – BATAN telah dilakukan penelitian-penelitian yang diperlukan. Penelitian tersebut diantaranya pengamatan dinamika populasi lalat buah, pengamatan populasi absolut, penurunan pupulasi pra-TSM, pembiakan massal, pemandulan dengan iradiasi dan, pengiriman dan penglepasan serangga mandul ke lapangan.

1. Pengamatan dinamika populasi lalat buah di kebun. Efektifitas TSM ditentukan oleh perbandingan antara jumlah serangga mandul yang dilepas terhadap populasi hama di kebun. Oleh karena itu data tentang tingkat populasi lalat buah di kebun perlu diketahui. Naik turunnya populasi lalat buah diamati dengan memasang perangkap metil eugenol, yang hasilnya diamati tiap minggu. Berikut adalah gambaran tentang naik turunnya populasi lalat buah di kebun mangga di Jawa Barat, yang naik turun dipengaruhi oleh musim dan ketersediaan buah mangga masak yang menjadi makanannya. Dari data ini dianjurkan agar pelaksanaan TSM harus dimulai sebelum Oktober, saat populasi lalat buah di kebun masih rendah.



Gambar 1. Jumlah lalat jantan yang tertangkap dalam 10 buah perangkap berumpan metil eugenol, antara bulan Juli 1998 sampai Februari 1999 di kebun petani di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (KUSWADI, dkk.., 1999a)

2. Pendugaan populasi absolut. Lalat buah mandul yang harus dilepas berkali-kali di kebun jumlahnya minimum sembilan kali jumlah lalat liar. Untuk mengetahui jumlah minimum lalat buah mandul yang harus dilepas ke kebun, perlu diketahui populasi absolute lalat di kebun. Pendugaan populasi lalat lalat buah B. carambolae, jantan dilakukan dengan menggunakan teknik release and recapture.

Di beberapa titik tertentu dilepaskan sejumlah tertentu lalat buah jantan bertanda, yang telah dimandulkan. Penangkapan kembali lalat dilakukan dengan memasang perangkap metil eugenol. Hasil tangkapannya diamati perbandingan antara lalat buah bertanda dengan yang tidak. Populasi lalat buah di areal tersebut dihitung dengan rumus.

3. Pembiakan massal lalat buah B. carambolae. Spesies ini telah berhasil dibiakkan secara massal di laboratorium (Kuswadi dkk., 1999). Larvanya dibiakkan dengan makanan buatan yang susunannya terdiri dari : dedak gandum (26 %), ragi roti (3,6 %), gula pasir (12,0 %), nipagin (0,1 %), Na-bensoat (0,1 %) dan air (58, 0 %) yang kedalamnya ditambahkan HCl secukupnya untuk membuat campuran berada pada pH 4,0 – 4,5. Dengan fasilitas sederhama pembiakan massal telah mencapai produktivitas jutaan ekor kepompong setiap minggu (KUSWADI dkk., 2000). Teknologi untuk menghasilkan serangga dalam jumlah yang dikehendaki telah dapat dikuasai.

4. Pemandulan iradiasi. Lalat dewasa B. carambolae telah dapat dimandulkan dengan cara meradiasi kepompongnya pada dosis 90 Grey (KUSWADI, dkk., 1999b). Kepompong hasil biakkan laboratorium pada umur 7-8 hari (kurang lebih satu hari menjelang muncul menjadi dewasa) diradiasi dengan sinar gamma dosis tersebut.

5. Pengiriman dan penglepasan Agar dewasa yang muncul nantinya bertanda kepompong radiasi dicampur tepung zat fouresence pewarna sebelum dikirim. Kepompong dalam kantong-kantong plastik dimasukkan ke dalam kotak styrofoam. Untuk mencegah naiknya suhu selama pengiriman, di antara kantong diletakkan berseling ice-pack (atau yang sejenis) Sebuah thermometer max-min diletakkan sebagai alat pengamat suhu selama dalam pengiriman, yang mungkin membutuhkan waktu 1-2 x 24 jam.

Penglepasan lalat buah mandul dapat dilakukan melalui udara (aerial) atau di darat (ground release). Salah satu cara adalah dengan meletakkan kepompong di atas tempat beralaskan kawat kassa, yang ditempatkan di dalam gubug yang juga berdinding kasa (lebih kasar), untuk mencegah serangan burung.

Jumlah kepompong yang dilepas diketahui (satu liter berisi kurang lebih 50.000 ekor kepompong). Untuk mengetahui jumlah lalat yang dilepas perlu diamati mutu kepompong yang mungkin mengalami penurunnan akibat perlakuan selama pengiriman. Dari tiap kotak pengiriman dapat diambil sample kurang lebih 400 ekor kepompong untuk diamati persen kemunculan lalat dewasa sehatnya.


TSM TERPADU DENGAN CARA PENGENDALIAN LAIN


TSM merupakan cara pengendalian hama yang kompatibel dengan kebanyakan cara pengendalian yang lain. Bila dilakukan dengan tepat maka efektifitasnya akan bersifat sinergistik. Dalam pengendalian lalat buah B. carambolae TSM dapat dipadu di antaranya dengan penggunaan insektisidaa, umpat atraktan (metil eugenol) beracun, protein hidrolisat beracun, atau musuh alami.

Umpan metil eugenol beracun. Telah dibahas sebelumnya bahwa makin besar angka perbandingan serangga mandul/serangga normal, yang dapat dicapai dengan menurunkan jumlah lalat buah normal di kebun, makin tinggi efektifitas TSM. Oleh karen itu bila sebelum pelaksanaan TSM lalat di kebun diturunkan dengan pengendalian cara lain, efektifitas TSM meningkat, perpaduan cara ini bersifat secara sinergistik.

Metil eugenol umumnya digunakan dalam perangkap untuk tujuan mass trapping. Penggunaan metil eugenol sebagai umpan beracun (insektisida) telah diuji penggunaannya. Dengan menggunakan potongan particle-board sebagai dispenser maka umpan beracun efektif menurunkan populasi lalat jantan selama lebih dari empat bulan (NASUTION dan KUSWADI, 2004).

Parasitoid. Di kebun, B. carambolae diserang oleh parasitoid Opius sp. dan Biosteres sp. Bila kedua parasitoid ini dapat dibiakkan secara massal di laboratorium maka penglepasan augmentasi dapat diterapkan terpadu dengan TSM. Pembiakan parasitoid sejalan denga TSM karena dapat menggunakan lalat buah biakan sebagai inangnya.


TUJUAN TSM


Keberhasilan TSM untuk mengeradikasi lalat ternak dan lalat buah di beberapa tempat, seperti diuraikan sebelumnya, telah menyilaukan para penentu kebijakan, sehingga sering menjadikan eradikasi sebagai satu-satunya sasaran akhir dari program TSM. Cara pandang ini membatasi penerapan TSM, karena eradikasi memerukan suatu areal yang terisolasi. Menurut Heindrich dkk. (2005) selain untuk eradikasi TSM juga dapat dan telah berhasil digunakan.untuk tujuan menekan populasi (suppression), pencegahan (prevension), pemblokiran (containment) hama. Bahkan serangga mandul dapat dijadikan agen menyebar patogen serangga dalam suatu program pengendalian hayati.

1. Eradikasi. Menurut definisi FAO (2005) eradikasi ahama adalah penerapan fitosanitari untuk tujuan melenyapkan hama dari suatu daerah. Efektiifitas TSM memungkinkan tercapainya eradikasi. Eradikasi memungkinkan diciptakannya daerah bebas lalat buah (fruit fly free area) yang dapat membuka hambatan ekspor buah. Contohnya adalah daerah Lembah Rio Grande, Texas AS yang berhasil dibuat bebas Anastrepa ludens (Loew), daerah Sonora Meksiko bebas Ceratitis capitata dan pulau Okinawa Jepang bebas B. cucurbita.

2. Menekan populasi. Salah satu keuntungan eradikasi adalah tidak diperlukannya lagi pengendalian setelah eradikasi tercapai. Namun eradikasi sulit dicapai di daerah yang kurang terisolasi. Di daerah semaca ini TSM dapat digunakan untuk menekan populasi sampai di bawah ambang ekonomi. Pemanfaatan TSM untuk tujuan ini akan semakin penting mengingat biaya pembiakan massal makin lama dapat ditekan menjadi makin murah, tuntutan akan lingkungan dan buah bebas residu pestisida makin tinggi, dan pertanian organik makin populer. Contoh pelaksanaan TSM untuk tujuan menekan populasi berhasil dalam pengendalian B. dorsalis di Thailand, C. capitata di Afrika Selatan, Israel dan Jordania (Hendrichs dkk. 2005).

3. Pencegahan (prevention), pemblokiran (containment) dll. Karena lalulintas komoditi, suatu daerah dapat terkena ancaman berat penularan hama lalat buah. Walaupun prosedur karantina diterapkan, kemungkinan penularan ke daerah semacam ini sangat tinggi. Karena sangat efektif pada tingkat populasi hama yang rendah, maka TSM dapat digunakan untuk memusnahkan ”beberapa ekor” lalat buah yang lepas, sebelum establish di daerah tersebut (pencegahan). TSM juga dapat digunakan pemblokiran hama di suatu daerah agar tidak menular ke luar (Hendrichs dkk. 2005).

Kemungkinan lain dari pemanfaatan serangga mandul adalah untuk digunakan sebagai agen penyebar bio insektisida patogen, baik cendawan, bakteri, virus atau nematoda. Lalat buah mandul yang telah ditulari patogen yang tepat bila dilepas selain memandulkan populasi juga menjadi penyebar bioinsektisida tsb.


KESIMPULAN


Lalat buah B. carambolae telah dapat dibiakkan secara massal di laboratorium dengan makanan buatan yang murah, dan kemudian kepompong diiradiasi gama dosis 90 Grey untuk memperoleh lalat dewasa mandul, sehingga pengendalian hama in dengan TSM dimungkinkan. Agar mencapai efektifitasnya tinggi, di kebun mangga penglepasan lalat mandul disarankan untuk dimulai sebelum bulan Oktober, saat populasi lalat buah masih rendah. Efektifitas TSM akan secara sinergistik meningkat bila dilaksanakan dalam suatu program pengendalian hama terpadu (PHT), dimana populasi lalat dikebun diturunkan dengan perangkapan massal dengan perangkap atraktan metil eugenol, sebelum TSM dilakukan.

Di negara kepulauan seperti di Indonesia maka TSM dengan tujuan eradikasi dimungkinkan, akan tetapi TSM dengan tujuan menekan populasi juga dapat dilakukan. Dalam hal in lalat buah mandul yang dilepas berulang-ulang dapat berperan sebagai bio insektiisida yang ramah lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA


1. BAUMHOVER, A.H. , A.J. GRAHAM and B. A. BITTER, 1955, “ Screwworm Control Through Re­lease of Sterilized Flies,” J. Econ. Entmol. 48: 462-68 pp.

2. HENDRICHS, J., M.J.B. VREYSEN, W.R. ENKERLIN and J.P. CAYOL. 2005. Strategic Options in Using Sterile Insects for Area-Wide Integrated Pest Management. dalam DYCK dkk. (edit) Sterile Insect Technique Principle and Practice in Area-Wide Integrated Pest Management. Springer. Vienna

3. KNIPLING, E.C. 1981, “Present Status snd Future of SIT Approach to the Control of Arthro­pod Pest,” Proc. Symp. Sterile Insect Technique and Radiation in Insect Control. Neuhen­burg. 19 June - 3 July. 1981. 3 - 24 pp.

4. KAWASAKI, K. 1991, “Eradication of Fruit Flies in Japan,” Proc. Int. Symp. Biol and Control of Fruit Flies. 22 - 31 pp.

5. KALSHOVEN. L.G.E., 1981, “Pests of Crops in Indonesia,” PT. Ichtiar Baru - Van Hoeve, Jakarta. 701 p.

6. KUSWADI, A.N., T. HIMAWAN., DARMAWI, M. INDARWATMI dan I.A. NASUTION, 1999, “Pemantauan dan Pengendalian Populasi Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancocl) dengan Metil Eugenol dalam Rangka Penerapan Teknik Serangga Mandul,” Prosiding Seminar Nasional PEI. Bogor. 293 – 300 pp.

7. KUSWADI, A.N., D. SIKUMBANG, M. INDARWATMI, dan I.A. NASU-TION, 2000, “Fasilitas Untuk Memproduksi Kepompong Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) Secara Massal,” Seminar Nasional Biologi XVI. PBI-ITB. 25-27 Juli 2000.

8. NASUTION,I.A. dan A.N. KUSWADI. Penggunaan “Particle Board” Sebagai Dispenser Metil eugenol Toksik Untuk Menurunkan Populasi Lalat Buah Jantan Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) Di Kebun Mangga. Seminar Perhimpunan Entomologi Cab. Bogor. Bogor. 5 Oktober 2004.

9. RILHERD, C., R. NGUYEN and J.R. BRAZZEL, 1994, “Pest Free Area,” dalam SHARP, J.I. DAN G.J. HALLMAN (Ed.) Quarantine Treatment for Pests of Food Plants. Westview Press. Boulder San Fransisco Oxford. 213–23 pp.

10. STEINER, L.F., F.J. HARRIS, W.C. MITCHELL, M.S. FUJIMOTO dan I.D. CHRIS­TENSON, 1965, “ Melon Fly Eradication by Overflooding with Sterile Flies,” J. Econ. Entomol. 58 (3): 519-523 pp

11. WYSS, J.H., 2000, “Screw-worm Eradication in the Amecica – Overview,”. dalam TAN, K.H (Edit.) Area Wide Control of Fruit Flies and Other Pests. Penerbit Univ. Sains Malaysia. Pulau Pinang 79–94 p.

12. .ZAVALA, J.L., J. GUITERREZ, J. REYES, and A. VELLASENNOR, 1991, “Fruit Fly Eradication Program in Mexico,” Proc. Int. Symp. Biol and Control of Fruit Flies. 32 - 43 pp.


Disampaikan dalam Pertemuan POKJA Lalat Buah 2006, di Denpasar, Bali

Komentar

  1. The Casino Site - Lucky Club Live
    Lucky Club is a Live Casino located at the South Sydney CBD and luckyclub it is a good one! We are currently accepting a  Rating: 3 · ‎7 reviews

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

LALAT BUAH BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) DAN B. PAPAYAE (DREW & HANCOCK) DALAM BEBERAPA JENIS BUAH DI INDONESIA

PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH PRA DAN PASCA PANEN DENGAN TEKNIK IRADIASI