TEKNIK PEMBIAKAN MASSAL HAMA LALAT BUAH Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) DENGAN PAKAN BUATAN

Achmad Nasroh Kuswadi
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR)
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
Jl.Lebak Bulus Raya No. 9 Pasar Jumat, Jakarta Selatan.
anakuswa@hotmail.com

ABSTRAK

TEKNIK PEMBIAKAN MASSAL HAMA LALAT BUAH Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) DENGAN MAKANAN BUATAN. Sejumlah besar serangga hasil biakan diperlukan terutama untuk dimandulkan dan dilepas di lapang dalam pengendalian hama dengan teknik serangga mandul. Di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR), telah berhasil dikembangkan teknik pembiakan massal lalat buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock), yang mampu menghasilkan jutaan kepompong setiap generasi. Lalat dewasa kira-kira 100 ekor, berasal dari 2 liter kepompong, dipelihara dalam kurungan 70 x 70 x 125 cm dengan makanan gula dan hidrolisat ragi. Telur dipanen dengan cara memasang botol plastik pengumpul telur pada kurungan, hasilnya diinokulasikan pada makanan buatan larva yang terbuat dari campuran sekam gandum, gula pasir, ragi roti, nipagin dan Na bensoat, 2 cc telur per 2 kg pakan buatan dalam satu nampan 20 x 30 x 4 cm3. Larva instar tiga yang siap berkepompong akan melompat dari dalam pakan ke dalam medium serbuk gergaji yang disiapkan di bawah nampan. Kepompong dipanen dengan cara mengayak serbuk gergaji.

Kata kunci : lalat buah, Bactrocera carambolae, pakan buatan, pembiakan massal.

ABSTRACT

TECHNIQUE FOR MASS REARING OF FRUIT FLY Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) ON ARTIFICIAL DIET In a sterile insect technique control program, a large number of insects are needed to be sterilized and released in the field. In the Research and Development Center for Isotope and Radiation Technology, a technique for mass rearing of Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) fruit fly is successfully developed, capable of producing millions of pupae per generation. About 100.000 adult flies, emerged from two litter of pupae, are reared in a cage of 70 x 70 x 125 cm3, and fed with a mixture of sugar and yeast hydrolysate. Eggs of the fly are harvested by putting egg collector plastic bottle on the cage, and the eggs collected are inoculated into larval artificial diet made from a mixture of wheat bran, cane sugar, brwer yeast, nipagin and sodium benzoate, 2 ml of eggs per 2 kg of diet in a tray of 20 x 30 x 4 cm3 . Mature third instar larvae in the diet, that are ready for pupation, will jump out of the diet after one week, into medium of saw dust provided under the tray. The pupae are harvested by sieving the dust.

Keywords: fruit fly, Bactrocera carambolae, mass rearing, artificial diet.

PENDAHULUAN

Lalat buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) merupakan salah satu hama penting pada budidaya buah di Indonesia. Hama ini menyerang terutama buah belimbing, manga, cabai dan jambu (Kalshoven 1981). Seperti yang telah berhasil dilakukan pada beberapa spesies lalat buah lain di beberapa negara, lalat buah di Indonesia ini selain dapat dikendalikan dengan cara-cara lain, juga cocok untuk dikendalikan dengan teknik serangga mandul (TSM).
Pengendalian lalat buah dengan teknik serangga mandul pada dasarnya adalah melepas berulang-ulang di kebun spesies lalat buah itu sendiri, yang telah dimadulkan, sebanyak minimum sembilan kali jumlah lalat buah di kebun, agar dapat menekan populasi. Oleh karena itu TSM memerlukan sejumlah besar lalat buah untuk dimandulkan dan dilepas, yang berarti TSM harus didukung oleh laboratorium pembiakan massal yang handal.
Berbagai kegiatan penelitian juga memerlukan serangga hasil biakan laboratorium. Penelitian dasar seperti misalnya penelitian biologi dan perilaku (behaviour) serangga, memerlukan sejumlah serangga hidup. Demikian juga penelitian terapan, seperti misalnya uji toksisitas berbagai senyawa insektisida. Sejumlah besar serangga juga diperlukan dalam penelitian identifikasi sex pheromone dan uji efektifitasnya. Dalam program pengendalian hayarti, serangga hasil biakkan diperlukan sebagai inang dalam memelihara dan membiakkan musuh alami hama baik pathogen, predator maupun parasitoid (Knipling 1966).
Di laboratorium, lalat buah dapat dibiakkan dengan menggunakan makananan alami, yaitu buah-buahan yang menjadi inangnya, atau dengan makanan buatan. Dibandingkan dengan cara pertama, cara kedua memiliki keunggulan, diantaranya : a) lebih murah karena dapat menggunakan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat, b) dapat dilakukan sewaktu-waktu karena tidak tergantung pada produk buah yang menjadi inangnya, dan c) karena lebih terkontrol serangga yang dihasilkan lebih sehat terbebas dari kemungkinan tertulari penyakit.
Berikut adalah cara pembiakan massal lalat buah B. carambolae yang telah berhasil dikembangkan di P3TIR- BATAN Jakarta (Kuswadi dkk. 2000). Pembiakan massal biasanya dimulai dengan mengumpulkan serangga induk dari kebun, dilanjutkan dengan pemeliharaan lalat dewasa, mengkoleksi telur, pemeliharaan larva, pupasi dan panen kepompong. Secara rutin mutu serangga yang dihasilkan harus dimonitor, dengan cara mengamati mutu telur dan mutu kepompong yang dihasilkan.

PEMBIAKAN MASSAL

1. Pembentukan Koloni Laboratorium.
Berdasarkan pengalaman, kegiatan tersulit dari pemeliharaan lalat buah dengan makanan buatan adalah memulai pembentukan koloni laboratorium. Hal ini disebabkan oleh diperlukannya waktu bagi lalat buah untuk beradaptasi penuh dengan kondisi dan berbagai perlakuan di laboratorium. Lalat dewasa untuk membiasakan hidup dalam koloni jumlah besar dalam kurungan, dan bertelur pada tabung plastik pengumpul telur, sedangkan larva perlu beradaptasi untuk hidup dalam makananan buatan di nampan, dan berpupasi dalam medium serbuk gergaji. Oleh karena itu diperlukan beberapa generasi sampai terbentuknya suatu koloni laboratorium asal dari pengumpulan serangga lapangan. Serangga lapang diperoleh dengan mengumpulkan larva dalam buah-buah belimbing yang terserang lalat buah.
Variasi genetik lalat buah sangat besar, oleh karena itu Steiner dan Mitchell (1966) menganjurkan untuk memulai pembentukan koloni dengan mengumpulkan sebanyak mungkin serangga dari lapang sebagai induk, agar segera memperoleh koloni laboratorium.
2. Pemeliharaan Lalat Dewasa
Kurungan. Untuk memeliharan lalat buah dewasa digunakan kurungan berukuran 70 x 70 x 125 cm, yang dindingnya terbuah dari triplek. Untuk aerasi dan masuknya sinar, dinding atas kurungan terbuat dari kawat kassa. Sementara di dalam kurungan dipasang rumbai-rumbai kertas secukupnya, sebagai tempat hinggap lalat. Dinding depan berbentuk pintu untuk memasukkan kepompong dan makanan lalat. Pada pintu/dinding tersebut dibuat delapan buah lubang bulat Ø 5 cm, tempat pemasangan botol pengumpul telur (Gambar 1).
Di dalam kurungan diletakkan ± 2 liter, kurang lebih 100.000 ekor, kepompoing yang siap muncul menjadi dewasa (umur 7 hari). Bersamaan dengan itu dimasukkan nampan berisi 2 kg makanan lalat, yang terdiri dari campuran gula dan protein hidrolisat (4:1), sebagai sumber energi dan protein. Tanpa makanan protein, lalat tidak mampu memprodukasi telur. Setelah lalat menetas, dipermukaan dinding atas yang terbuat dari kassa dipasang karet busa jenuh air sebahai persediaan air minum lalat, yang selalau diperbaruhi setiap hari.
Suhu Ruangan. Lalat dewasa memerlukan suhu yang cukup rendah, oleh karena itu kumpulan kurungan diletkkan di dalam ruangan ber AC dengan dengan suhu 26 – 27 º C. Sebelum telur bertelur, dalam masa pre oviposition selama 7 hari, lalat memerlukan pencahayaan normal 12 jam gelap – 12 jam terang, akan tetrapi selama produksi telur biasanya diberi pencahayaan terus menerus 24 jam/hari, yang bertujuan untuk memacu peneluran. Untuk keperluan tersebut digunakan lampu TL 20 watt yang dipasang 20 cm di atas permukaan kurangan.


3. Pengumpulan Telur.
Panen telur dilakukan sejak lalat berumur 10 hari selama satu-tiga minggu. Botol pengumpul telur dipasang pada lubang yang telah tersedia pada kurungan. Botol pengumpul telur, yang merupakan buah tiruan, adalah botol plastik ukuran Ø 5 x 30 cm, dindingnya berlubang-lubangan Ø 0,2 – 0,5 mm dengan kerapatan 1 x 1 cm. Sebelum dipasang, botol diisi potongan karet busa jenuh air atau jus buah untuk menarik lalat, dan untuk mempertahankan kelembapan di dalam botol, agar telur yang diletakkan tidak mengalami kekeringan. Botol dipasang selama 24 jam, biasanya mulai 08.00 pagi. Telur diletakkan oleh lalat dewasa dengan ovipositornya kedalam lubang-lubang di dinding botol, sehingga massa telur akan terkumpul pada lubang-lubang tersebut (Gambar 1).
Panen telur dilakukan pagi hari berikutnya. Telur dikumpulkan dengan cara membasuh permukaan dalam botol, dan menampungnya di atas nampan, kemudian disaring. Karena telur yang bernas tenggelam, maka dapat dengan mudah dipisahkan dari yang rusak. Massa telur yang dihasilkan dapat diukur secara volumetric, satu cc telur berisi ± 18.000 butir (Gambar 2).
Pengujian mutu telur dapat dilakukan dengan mengamati persentase pene-tasannya. Dari massa telur diambil sampel 4 x 100 butir untuk diletakkan di atas kertas saring warna gelap yang jenuh air. Kertas diletakkan di atas cawan Petri dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Jumlah telur yang menetas diamati di bawah mikroskop.
3. Pemeliharaan Larva
Makanan buatan. Larva B.carambolae dipelihara di dalam makanan buatan dengan susunannya seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan makanan buatan untuk pemeliharaan larva lalat buah Bactrocera carambolae

Bahan
Jumlah (%)
Dedak gandum
26,0
Ragi roti
3,6
Gula tebu
12,0
Metil-P-hidrobenzoate
0,1
Na-benzoat
0,1
HCl (sampai pH 4 – 4,5)
± 0,2
Air
58



Pemeliharaan larva. Makanan jadi sebanyak 1,5 kg disebar merata di atas nampan ukuran 20 x 30 x 4 cm, sehingga membuat lapisan setebal ± 2,5 cm. Ke dalamnya diinokulasikan 1,5 – 2,0 cc massa telur. (Gambar 3). Nampan-nampan yang telah diinokulasi diletakkan berlapis-lapis di dalam lemari yang berada dalam ruangan ber AC dengan suhu 26 – 27 º C. Pada satu sisi, dinding lemari dibuat berlubang aerasi, namun lubang harus cukup halus untuk mencagah serangan lalat Drosophila. Nampan berada di dalam lamari selama 6-7 hari,

PUPASI DAN PENANGANAN KEPOMPONG

Pupasi dan Panen Kepompong. Kurang lebuh tujuh hari setelah inokulasi telur, larva di dalam makanan sudah cukup umur untuk berkepompong (pupasi), sehingga akan aktif bergerak dan berusaha melompat keluar dari dalam makanan. Pada saat ini nampan harus dipindah, diletakkan di atas bak berisi serbuk gergaji, agar larva-larva yang melompat keluar dapat jatuh di atas medium serbuk gergaji untuk berkepompong. Makanan diaduk setiap jam untuk memacu keluarnya larva yang berada di lapisan bawah. Tambahan sinar lampu TL 60 watt juga diperlukan untuk memacu keluarnya larva.
Serbuk gergaji dalam bak diganti setiap hari. Serbuk berisi larva ditampung dalam ember dan diletakkan di dalam ruangan yang cukup dingin, selama 4-5 hari, untuk memberi kesempatan larva untuk berkepompong. Setelah itu kepompong dapat dipanen dengan cara mengayak, hasilnya berupa kepompong yang umurnya kurang lebih seragam antara 4 – 5 hari. Kepompong hasil pembiakan massal dibersihkan dan diletakkan di atas nampan kayu yang alasnya terbuat dari kawat kassa, untuk disimpan di atas rak berlapis-lapis (Gambar 4), di dalam ruangan dingin (26oC).
Pengamatan Mutu Kepompong. Tindakan yang tidak tepat selama pemeliharaan, selain dapat menurunkan jumlah kepompong juga mutu kepompong yang dihasilkan. Dari kepompong yang baik akan muncul lalat yang sehat dan mampu terbang. Oleh karena itu mutu kepompong diukur dengan menghitung persentase jumlah kepompong yang menetas menjadi lalat yang mampu terbang. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil 100 ekor kepompong sampel, dapat dilakukan dengan beberapa kali ulangan, untuk diletakkan di dasar tabung paralon ukuran Ø 10 cm, x 15 cm di dalam kurungan. Dinding dalam tabung dilapis bedak untuk mencegah lalat keluar dengan cara merayap, dan lalat hanya mampu keluar dengan cara terbang. Jumlah lalat yang terbang dapat dihitung dengan mengamati jumlah kepompong tidak menetas dan lalat yang abnormal atau tak mampu terbang, beberapa hari kemudian.

PENUTUP

Uraian ini adalah cara pembiakan lalat buah Bactrocera carambolae untuk tujuan produksi massal kepompong, yang mampu menghasilkan jutaan kepompong setiap generasi, untuk digunakan dalam pengendalian hama dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Jumlah kepompong yang dapat diproduksi tergantung pada jumlah alat/sarana yang digunakan, oleh karena itu jumlah kurungan, jumlah makanan dan jumlah nampan yang diperlukan disesuaikan dengan jumlah kepompong yang ingin diproduksi. Dalam pengendalian hama dengan TSM, kepompong yang dihasilkan diiradiasi dengan sinar gama agar mandul, untuk kemudian dilepas di kebun.
Biakan massal juga dapat dilakukan dalam untuk menunjang pembiakan musuh alami, baik parasitoid maupun predator, dalam program pengendalian hayati. Pembiakan untuk tujuan ini biasanya menggunakan skala produksi yang lebih kecil, katakana ribuan atau puluhan ribu setiap generasi.. Dalam pembiakan parasitoid, lalat buah biasanya dipelihara untuk memproduksi larva stadium tertentu dalam jumlah yang dikehendaki. Di laboratorium P3TIR juga sedang dikembangkan teknik pembiakan parasitoid Opius sp, Biosteres sp.dan nematode Heterorhabditis.
Prosedur ini juga dapat digunakan dalam membiakkan lalat buah spesies lain yang memiliki hubungan kekerabatan sangat dekat dengan Bactrocera carambolae, seperti misalnya B. papayae, dan B.albistrigata, dengan beberapa penyesuaian. Untuk sementara, larva dapat dipelihara dalam makanan buatan untuk B. carambolae dengan komposisi seperti tercantum dalam Tabel 1. Penyempurnaan komposisi makanan buatan dapat dilakukan kemudian. Untuk menekan harga juga dapat dikembangkan penelitian untuk mengganti komponen import dengan komponen lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Kalshoven, L.G.E., 1981, “Pests of Crops in Indonesia,” PT. Ichtiar Baru - Van Hoeve, Jakarta. 701 p.
Knipling, E.F. 1966, Introduction. dalam Smith (Edit.) “Insect Colonization and Mass Production” Academic
Press. New York – London. 2 – 12 pp.
Kuswadi, A.N., D. Sikumbang, M. Indarwatmi, dan I.A. Nasution, 2000, Fasilitas Untuk Memproduksi Kepompong Lalat Buah Bactrocera carambolae (Drew & Hancock) Secara Massal, Seminar Nasional Biologi XVI. PBI-ITB. 25-27 Juli 2000.
Steiner, L.F. dan S. Mitchell. 1966, Tephritid Fruit Flies. dalam Smith (Edit.) “Insect Colonization and Mass Production” Academic Press. New York – London. 2 – 12 pp.

Komentar

  1. Assalam Wrwb..
    Salam kenal pak.. Tulisan ini informatif sekali untuk saya karena terkait rencana penelitian saya. Namun di tulisan ini belum jelas apakah ini hasil penelitian, review jurnal atau prociding? Mohon infonya pak krna akan saya masukan dalam sumber referensi saya... Terima kasih pak Achmad. Salam.. Tia Garwan_Bogor

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH PRA DAN PASCA PANEN DENGAN TEKNIK IRADIASI

LALAT BUAH BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) DAN B. PAPAYAE (DREW & HANCOCK) DALAM BEBERAPA JENIS BUAH DI INDONESIA

PENANGGULANGAN MASALAH HAMA LALAT BUAH DI INDONESIA DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM)